Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI TABANAN
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
1/Pid.Pra/2020/PN Tab I Nyoman Nata Anak I Wayan Ranteg Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia cq Kepala Kepolisian Daerah Bali Minutasi
Tanggal Pendaftaran Rabu, 12 Feb. 2020
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 1/Pid.Pra/2020/PN Tab
Tanggal Surat Senin, 10 Feb. 2020
Nomor Surat -
Pemohon
NoNama
1I Nyoman Nata Anak I Wayan Ranteg
Termohon
NoNama
1Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia cq Kepala Kepolisian Polda Kalimantan Barat cq Direktur Reserse Narkoba Kepolisian Daerah Kalimantan Barat cq Penyidik Pemeriksa Perkara a quo cq Kepala Kepolisian Daerah Bali
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

I. DASAR HUKUM PRAPERADILAN :

1. Bahwa Kehadiran Pranata Praperadilan sebagaimana yang diatur didalam Bab X bagian kesatu KUHAP dan Bab XII bagian kesatu KUHAP Jo Peraturan Kapolri Nomor 12 Tahun 2009Tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana Dilingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia, secara tegas dan jelas sebagai sarana control atau pengawasan horizontal untuk menguji keabsahan penggunaan wewenang oleh aparat penegak hukum (penyelidik/penyidik maupun penuntut umum), sebagai upaya koreksi terhadap pengunaan wewenang apabila disalahgunakan secara sewenang-wenang dengan maksud dan tujuan lain di luar yang ditentukan secara tegas dalam KUHAP, guna menjamin perlindungan hak asasi setiap orang termasuk dalam hal ini Pemohon;

2. Bahwa pranta Praperadilan sebagaimana yang diatur dalam pasal 77 s/d 83 KUHAP adalah suatu lembaga yang berfungsi untuk menguji apakah tindakan/upaya paksa  yang dilakukan oleh penyidik/penuntut umum sudah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tindakan tersebut telah dilengkapi baik cara penanganan atau telah dilengkapi administrasi penyidikan secara cermat atau tidak, karena pada dasarnya sah atau tidaknya tindakan penyidik atau penutut umum didalam penyidikan atau penuntutan.

3. Bahwa tujuan Praperadilan sebagaimana yang tersirat dalam penjelasan Pasal 80 KUHAP adalah untuk menegakkan hukum, keadilan melalui sarana pengawasan horizontal, sehingga esensi dari Praperadilan adalah untuk mengawasi tindakan upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum terhadap Tersangka, benar-benar dilaksanakan sesuai ketentuan undang-undang, dilakukan secara professional, dan bukan tindakan yang bertentangan dengan hukum sebagaimana yang diatur didalam KUHAP atau peraturan perundang-undangan lainnya;

4. Bahwa apabila kita melihat Pendapat S. Tanusubroto, yang menyatakan keberadaan Praperadilan sebenarnya memberikan peringatan :

1). Agar Penegak Hukum harushati-hati dalam melakukan tindakan hukummnya, dan setiap tindakan hukum harus didasarkan kepada ketentuan hukum yang berlaku, dalam artian dia harus mampu menahan diri serta menjauhkan diri dari tindakan sewenang-wenang;

2). Ganti Rugi dan Rehabilitasi merupakan upaya untuk melindungi warga Negara yang diduga melakukan kejahatan yang ternyata tanpa didukung oleh bukti-bukti yang meyakinkan sebagai akibat dari sikap dan perlakuan penegak hukum yang tidak mengindahkan prinsip-prinsip kemanusiaan;

3) Hakim dalam menentukan ganti kerugian harus memperhitungkan dan mempertimbangkan dengan seksama, baik untuk orang yang dirugikan maupun dari sudut kemampuan pemerintah dalam memenuhi dan melaksanakan putusan hukum itu;

4). Dengan Rehabilitasi berarti orang itu telah dipulihkan haknya sesuai dengan keadaan yang semula yang diduga telah melakukan kejahatan;

5). Kejujuran yang menjiwai KUHAP harus diimbangi dengan integritas dan dedikasi dari aparat penegak hukum, karena tanpa kesemua itu akan menjadi sia sia belaka;

5. Bahwa apa yang diuraikan diatas,yaitu lembaga Praperadilan sebagai upaya pengawasan wewenang guna menjamin perlindungan Hak Asasi Manusia, telah dituangkan secara tegas didalam konsideran menimbang huruf (a) dan (c) KUHAP dengan sendirinya menjadi spirit atau jiwanya KUHAP , yang berbunyi :

(a). “Bahwa Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjujunjung tinggi hak asasi manusia serta menjamin segala warga Negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”;

(c). “ Bahwa pembangunan hukum nasional yang demikian itu dibidang hukum acara pidana adalah agar masyarakat menghayati hak dan kewajibannya dan untuk meningkatkan pembinaan sikap para pelaksana penegak hukum sesuai dengan fungsi dan wewenan masing-masing kearah tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, serta kepastian hukum demi terselenggaranya Negara hukum sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945;

6. Bahwa PERMOHONAN PRAPERADILAN yang dapat diajukan dalam pemeriksaan Praperadilan selain dari persoalan sah atau tidak nya Penangkapan, Penahanan, penghentian penyidikan, atau penghentian penuntutan maupun ganti kerugian dan/atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan berdasarkan Ketentuan Pasal 77 KUHAP juga meliputi tindakan lain sebagaimana yang ditentukan secara tegas didalam Pasal 95 KUHAP   sebagai berikut :

(1).  Tersangka, terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan lain , tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan orangnya atau hukum yang diterapkannya;

(2). Tuntutan ganti kerugian oleh Tersangka atau ahliwarisnya atas penangkapan atau penahanan serta tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dalam ayat (1) yang perkaranya tidak diajukan ke Pengadilan Negeri, diputus disidang Praperadilan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 77 KUHAP.

 

7. Bahwa yang mendasari substansi pada point 6 diatas maka Pemohon menjelaskan sebagai berikut :

  1. Tindakan lain dalam hal ini menyangkut pelaksanaan wewenang penyidik diantaranya Penggeledahan, Penangkapan, penyitaan maupun menetapkan seseorang menjadi tersangka;
  2. Penetapan seseorang sebagai tersangka, khususnya dalam perkara tindak pidana narkotika, lebih khusus lagi yang prosesnya dijalankan oleh Termohon, menimbulkan akibat hukum terampasnya hak maupun martabat seseorang in casu Pemohon;
  3. Bahwa dengan ditetapkannya seseorang menjadi tersangka in casu Pemohon tanpa melalui prosedur hukum yang benar sebagaimana yang ditetapkan didalam KUHAP maka nama baik, dan kebebasan seseorang in casu Pemohon telah dirampas;
  4. Tindakan lain yang dilakukan Termohon dengan menetapkan Pemohon sebagai tersangka adalah cacat yuridis, dimana maksud dari Termohon sebagai orang yang disangkakan sebagai Jhon bukanlah Pemohon, dan upaya Penggeledahan yang dilakukan Termohon di kediaman Pemohon tanpa menemukan barang bukti Narkotika telah berdampak terhadap  tercemarnya nama baik pemohon dan keluarga dimata masyarakat;

II. LEGAL STANDING PEMOHON MENGAJUKAN PRAPERADILAN (pasal 21) Pasal 79 jo Pasal 95 ayat (1) dan (2) KUHAP:

Pasal 79 KUHAP Jo

Permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan digunakan oleh tersangka, keluarga atau kuasanya kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya.

         Pasal 95 KUHAP

(1).  Tersangka, terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan lain , tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan orangnya atau hukum yang diterapkannya;

(2). Tuntutan ganti kerugian oleh Tersangka atau ahliwarisnya atas penangkapan atau penahanan serta tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dalam ayat (1) yang perkaranya tidak diajukan ke Pengadilan Negeri, diputus disidang Praperadilan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 77 KUHAP.

Bahwa berdasarkan uraian tentang kedudukan hukum diatas, maka Pemohon berhak mengajukan Permohonan Praperadilan sebagaimana yang diatur didalam KUHAP diatas;

III. KOMPETENSI MENGADILI PRAPERADILAN (Pasal 10 ayat (1) Undang- Undang 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman jo Pasal 95 (3) jo 84 ayat (2) jo Pasal 78 ayat (2) jo Pasal 79 KUHAP)

Bahwa apabila dalam peraturan perundang-undangan atau hukum acara pidana tidak mengatur adanya lembaga koreksi yang dapat ditempuh oleh seseorang, maka hal ini tidak berarti kesalahan Termohon tidak boleh dikoreksi, melainkan kesalahan tersebut harus dikoreksi melalui lembaga peradilan dalam hal ini melalui Lembaga Praperadilan yang dibentuk untuk melindungi hak asasi (Tersangka) yang dilakukan oleh penegak hukum dalam hal ini Penyidik Kepolisan Daerah Kalimantan Barat cq Kepolisian Republik Indonesia, tentunya hakim tidak dapat menolak dengan alasan tidak ada dasar hukumnya atau karena tidak diatur didalam peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini Peranan Hakim untuk menemukan hukum diberikan kesempatan yang seluas luasnya. Hal ini diatur secara tegas dan jelas diamanatkan didalam Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Pasal 10 ayat (1)

“hakim dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib memeriksa dan menggalinya”

Pasal 95 ayat (3) KUHAP

Tuntutan ganti kerugian sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) diajukan oleh tersangka, terdakwa, terpidana atau ahli warisnya kepada pengadilan yang berwenang mengadili perkara yang bersangkutan.

Jo Pasal 84 ayat (2) KUHAP :

Pengadilan negeri yang di dalam daerah hukumnya terdakwa bertempat tinggal, berdiam terakhir, di tempat ia diketemukan atau ditahan, hanya berwenang mengadili perkara terdakwa tersebut, apabila tempat kediaman sebagian besar saksi yang dipanggil lebih dekat pada tempat pengadilan negeri itu daripada tempat kedudukan pengadilan negeri yang di dalam daerahnya tindak pidana itu dilakukan.

Bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas maka Pengadilan Negeri Tabanan Bali berwewenang memeriksa, mengadili dan memutus Permohonan Praperadilan yang dimohonkan Pemohon;

IV. ALASAN PERMOHONAN PRA PERADILAN

  1. FAKTA-FAKTA :

1. Bahwa Pemohon Praperadilan (untuk selanjutnya disebut sebagai PEMOHON)telah ditangkap dan digeledah pada tanggal 25 Oktober 2019 dan kemudianditetapkan sebagai Tersangka serta ditahan oleh TERMOHON pada Tanggal 30 Oktober 2019 atas tuduhan dan/atau dugaan tindak pidana Narkotika dan Prekusor Narkotika sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 114 ayat (2) atau Pasal 112 ayat (2) jo Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 oleh;

2. Bahwa pada saat dilakukan penggeladahan oleh  TERMOHON, TERMOHONmemperlihatkan surat perintah/surat tugas untuk melakukan penggeladahan pada saat itu kepada Kepala Desa,  baik untuk melakukan penggeledahan terhadap rumah ataupun badan Pemohon yang disangka/diduga;

3. Bahwa pada saat penggeledahan yang dilakukan oleh TERMOHON pada badan, kamar dan showroom Pemohon, TERMOHON tidak menemukan barang bukti narkotika yang diduga oleh  Termohon, hal ini kesaksian Klian Banjar Bali, dan Kepala Desa Dauh Puri Marga Tabanan serta keluarga;

4. Bahwa pada saat Penggeledahan Termohon barang milik Pemohon yang tidak ada hubungan dengan kejahatan yang dituduhkan oleh Termohon, yang mana barang sitaanya adalah 1 (satu) unit Motor merk Honda scoopy, 1 (satu) unit mobil pajero, kartu atm, dompet (yang sudah dikembalikan), dan dilakukan penyitaan tanpa adanya berita acara penyitaan barang bukti;

5. Bahwa tanpa ditemukan barang bukti narkotika yang dimaksud pada saat penggeledahan di badan dan/atau rumah dan/atau di tempat usaha/show room milik Pemohon oleh TERMOHON, tetapi kemudian TERMOHON tetap saja melakukan penangkapan, menetapkan status tersangka dan melakukan penahanan terhadap PEMOHON ;

6. Bahwa Termohon tidak memberikan surat Tembusan Penangkapan kepada keluarga, hal tersebut bertentangan dengan ketentuan hukum acara sebagaimana diatur dalam pasala 18 ayat (3) KUHAP.

7. Bahwa pada tanggal 29 Januari 2020 Keluarga Pemohon baru mendapat surat-surat pemberitahun perpanjangan penahanan dari penyidik atas nama Direktur Tindak Pidana Narkoba Kasubdit Tiga Mabes Polr yang ditujukan kepada keluarga tersangka/pemohon, yakni sebagai berikut :

  • Surat Nomor : B/127.b/XI/2019/Ditipidnarkoba tanggal 19 November 2019, Perihal :  Perpanjangan Penahanan 40 (empat puluh) hari yang dikeluarkan oleh Direktur Tindak Pidana Narkoba Kasubdit Tiga Mabes Polri.
  • Surat Nomor : B/127.c/XII/2019/Ditipidnarkoba tanggal 20 Desember 2019, Perihal :  Perpanjangan Penahanan 30 (tiga puluh) hari yang dikeluarkan oleh Direktur Tindak Pidana Narkoba Kasubdit Tiga Mabes Polri.
  • Surat Nomor : B/127.d/I/2020/Ditipidnarkoba tanggal 20 Januari 2020, Perihal :  Perpanjangan Penahanan 30 (tiga puluh) hari yang dikeluarkan oleh Direktur Tindak Pidana Narkoba Kasubdit Tiga Mabes Polri.

8. Bahwa adapun surat penangkapan dan penahanan dan atau perpanjangan penahanan yang dilakukan oleh Termohon terhadap Pemohon adalah sebagai berikut :

  1. Penangkapan tanggal 25 oktober 2019 s/d 28 oktober 2019 yang dikeluarkan oleh Termohon berdasarkan surat Penangkapan nomor :SP.Kap/176/Res 4.2/2019/Ditnarkoba a/n Direktur Reserse Narkoba Polda Kalimantan barat, Kasubnit III selaku Penyidik AKBP Trisilo Utomo, SH    NRP : 62040266;
  2. Perpanjangan Penangkapan pada tanggal 28 Oktober 2019 s/d 31 Oktober 2019 dengan nomor : SP.Jang Kap/176/Res 4.2/2019/Ditnarkoba a/n Direktur Reserse Narkoba Polda Kalbar, Kasubnit III selaku Penyidik AKBP Trisilo Utomo, SH    NRP : 62040266;
  3. Penahan dengan Surat Penahanan Nomor : SP.-Han/128/X/RES.4.2/2019/ tanggal 30 Oktober 2019, danmulaiditahansejaktanggal30 Oktober 2019 s/d tanggal18 November 2019atauselama 20 hari di rutanRumahTahanan Negara Kepolisian Daerah Kalimantan barat.
  4. Perpanjangan Penahanan oleh Penunutut Umum tanggal 19 November 2019 s/d tanggal 28 Desember 2019;
  5. PerpanjangolehKetuaPengadilanNegeri Jakarta Selatan melalui Surat PenetapanNomor : 1332/Pen.Pid/2019/PN.Jkt.Sel. tanggal 11 Desember 2019, denganmemperpanjangwaktupenahanantersangkadalamRumahTahanan Negara di RutanDirektorat T.P NarkobaBareskrimPolriuntuk paling lama 30 (tigapuluh) hariterhitungsejaktanggal29 Desember 2019 s/d tanggal27 Januari 2020. Denganpertimbangan, bahwaperintah yang diberikanolehpenyidikuntukmenahantersangkaituakanhabistidakberlakulagitanggal 28 Desember 2019, sedangkan“PemeriksaanPerkaraTersebutBelumSelesai”.
  6. Bahwa PEMOHON tidak dapat membaca hal ini dikarenakan pendidikan PEMOHON hanya tamatan sekolah dasar (SD), sehingga PEMOHON tidak dapat mengerti isi dan keterangan dari surat-surat yang diminta TERMOHON untuk ditandatangani.

9. Bahwa Termohon tidak jelas dan tidak cermat dalam menerangkan identitas Pemohon pada pada Surat Nomor : B/B18-09/II/2020/Dittipidnarkoba tanggal 9 Februari 2020, Perihal Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) terkait agama Pemohon.

B. ANALISA YURIDIS

Pasal 18 ayat (1) KUHAP:

“…(1) Pelaksanaan tugas penangkapan. dilakukan oleh petugas kepolisian negara Republik Indonesia dengan memperlihatkan surat tugas serta memberikan kepada tersangka surat perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan serta tempat ia diperiksa…”

Pasal 95 ayat (1) dan (2) KUHAP

(1).  Tersangka, terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan lain , tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan orangnya atau hukum yang diterapkannya;

(2). Tuntutan ganti kerugian oleh Tersangka atau ahliwarisnya atas penangkapan atau penahanan serta tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dalam ayat (1) yang perkaranya tidak diajukan ke Pengadilan Negeri, diputus disidang Praperadilan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 77 KUHAP.

PENGGELEDAHAN TERHADAP PEMOHON TIDAK SAH

1. Bahwa pada saat dilakukan penggeledahan oleh Termohon terhadap Pemohon, sampai saat ini Termohon tidak memberikan berita acara penggeledahan baik kepada pemohon ataupun keluarganya, hal ini menggambarkan tindakan yang dilakukan Pemohon jelas-jelas telah merusak aturan hukum yang telah dibuat, oleh karenanya tindakan penggeledahan yang dilakukan termohon adalah tindakan illegal yang tidak memiliki dasar hukum apapun, dan sampai pemohon ditahan di Mabes Polri keluarga pemohon tidak mendapatkan turunan dari berita acara penggeledahan, sebagaimana yang tercantum didalam pasal 33 ayat (5) KUHAP sebagai berikut :

Pasal 33 ayat (5) KUHAP :

Dalam waktu dua hari setelah memasuki dan atau -menggeledah rumah, harus dibuat suatu berita acara dan turunannya disampaikan kepada pemilik atau penghuni rumah yang bersangkutan

TIDAK DITEMUKANNYA BARANG BUKTI

2. Pada saat dilakukan Penggeledahan yang dilakukan Termohon tidak ditemukan Barang Bukti Narkotika di badan ataupun dirumah/kediaman Pemohon sebagaimana yang dituduh kepada Pemohon, sungguh perbuatan Termohon jelas-jelas telah bertentanga dengan Pasal Pasal 17 KUHAP, Pasal 83 ayat (1) dan 84 ayat (1)   Perkap Nomor 12 tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia;

3. Bahwa menurut Pasal 17 KUHAP “perintah penangkapan dilakukan terhadap seseorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti Permulaan yang cukup.:

4. Bahwa  syarat penangkapan: pertama, wajib didasarkan pada bukti permulaan yang cukup, kedua, melakukan penangkapan tidak sewenang-weang, bahwa penangkapan harus ditujukan pada seseorang yang betul-betul melakukan tindak pidana, dan dilakukan menurut tata cara yang telah ditentukan oleh KUHAP.

Menurut Yahya Harahap dalam bukunya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Penyidikan dan penututan (hal.158) mengatakan bahwa alasan penangkapan atau syarat penangkapan tersirat dalam pasal 17 KUHAP :

  1. Seorang yang diduga melakukan tidak pidan;
  2. Dugaan yang kuat itu didasarkan pada bukti permulaan yang cukup. 

5. Bahwa Pasal 83 ayat (1) Perkap Nomor 12 tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia, “dalam hal tersangka yang telah ditangkap penyidik wajib segera melakuakan pemeriksaan guna menentukan apakah tersangka dapat ditahan atau dibebaskan paling lambat 1 x24 jam untuk perkara biasa, 3x24 jam untuk perkara narkotika dan atau tindak pidana lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Terhitung mulai saat tersangka dapat diperiksa oleh penyidik di kantor penyidik.”

6. Pasal 84 ayat (1) Perkap Nomor 12 tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.”dalam hal tersangka yang ditangkap ternyata salah orangnya atau tidak cukup bukti penyidik wajib membebaskan tersangka dengan membuat berita acara pembebasan yang ditandatangani oleh penyidik, tersangka, dan pihak lain yang menyaksikan.”

PENANGKAPAN & PERPANJANGAN PENANGKAPAN PEMOHON TIDAK SAH

7. Bahwa Penangkapan sebagaimana menurut Pasal 18 ayat 3, berbunyi :Tembusan surat perintah penangkapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diberikan kepada keluarganya segera setelah penangkapan dilakukan. Sebagaimana ketentuan tersebut, maka harusnya dalam perkara ini Termohon wajib menyampaikan surat tembusan penahanan kepada keluarga Pemohon, oleh karena fakta Termohon tidak memberikan surat tembusan kepada keluarga pemohon, patut diaggap Termohon telah melakukan penyimpangan terhadap hukum acara tersebut.

8. Bahwa Penangkapan Pemohon dilakukan melebih batas waktu yang ditentukan oleh Peraturan Perundang-undangan yaitu 5 hari (5x24) jam sebagaimana yang tercantum didalam Pasal 83 ayat (1) Peraturan Kapolri No 12 tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia (perkap aquo), dimana menurut ketentuan Pasal tersebut sebagai berikut :

Dalam haltersangka yang telah ditangkap, penyidik wajibsegera melakukan pemeriksaan guna menentukan apakah tersangka dapat ditahan atau dibebaskan, paling lambat1 x 24(satu kali dua puluh empat) jam untuk perkara biasa, 3 x24 (tiga kali dua puluh empat) jam untuk perkara narkotika dan/atau tindak pidana lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, terhitung mulai saat tersangka dapat diperiksa oleh penyidik di kantor penyidik

Bahwa di dalam Pasal 83 ayat (1) Peraturan Kapolri Nomor 12 Tahun 2009 (perkap aquo), tidakterdapat nomenklatur penambahan perpanjangan waktu penangkapan,

Dan juga didalam Paragraf 7 Pasal 84 ayat (1) Peraturan Kapolri Nomor 12 Tahun 2009 (perkap aquo),

Dalam hal Tersangka yang ditangkap ternyata salah orangnyaatau tidak cukup bukti, penyidik wajib membebaskan tersangka dengan membuat berita acara pembebasan yang ditandatangani oleh penyidik, tersangka dan pihak yang menyaksikannya.

oleh karenanya penangkapan dan perpanjangan penangkapan tersebut merupakan bentuk kesewenang wenangan TERMOHON, dan sekaligus sebagai bentuk perbuatan melawan hukum yang dilakukan TERMOHON kepada PEMOHON sehingga Pemohon yang seharusnya dibebaskan secara hukum berdasarkan Peraturan Kapolri Nomor 12 Tahun 2009 (perkap aquo), justru malah diperpanjang untuk masa penangkapannya.

Padahal menurut Pasal 75 huruf a Perkap No. 12 Tahun 2009:

“…Dalam hal melaksanakan tindakan penangkapan, setiap petugas wajib:

  1. memahami peraturan perundang-undangan, terutama mengenai kewenangan dan tata cara untuk melakukan penangkapan serta batasan-batasan kewenangan tersebut…”

Pasal 75 huruf c Perkap No. 12 Tahun 2009:

“…Dalam hal melaksanakan tindakan penangkapan, setiap petugas wajib:

c.  menerapkan prosedur-prosedur yang harus dipatuhi untuk tindakan persiapan, pelaksanaan dan tindakan sesudah penangkapan…”

9. Bahwa atas penangkapan, perpanjangan penangkapan dan penahanan yang dilakukan TERMOHON kepada PEMOHON Jelas-jelas telah melawan hukum, sehingga penangkapan, perpanjangan penangkapan terhadap PEMOHON telah cacat hukum dan tidak sah, oleh karenanya atas perbuatan TERMOHON, PEMOHON harus menjalankan proses penyidikan yang tidak benar dan prosedural sebagaimana yang diamanatkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

10. Bahwa sebagai proses penyidikan yang diawali dengan proses yang tidak benar dan dilakukan dengan cara yang tidak prosedural tersebut menimbulkan kerugian terhadap PEMOHON berupa ketidakpastian hukum dan keadilan bagi PEMOHON, sehingga PEMOHON secara langsung atau tidak langsung merasa dirugikan baik kedudukan,  harkat serta martabat PEMOHON sebagai manusia serta terbengkalainya tanggung jawab PEMOHON sebagai kepala keluarga yang harus mencari nafkah bagi keluarganya.

TERMOHON TIDAK JELAS DAN TIDAK CERMAT MENERANGKAN IDENTITAS PEMOHON:

11. Bahwa Termohon tidak jelas dan tidak cermat dalam menerangkan identitas Pemohon pada pada Surat Nomor : B/B18-09/II/2020/Dittipidnarkoba tanggal 9 Februari 2020, Perihal Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) terkait agama Pemohon.

Sehingga dianggap menyimpang dari ketentuan hukum acara sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (1) KUHAP:

“…(1) Pelaksanaan tugas penangkapan. dilakukan oleh petugas kepolisian negara Republik Indonesia dengan memperlihatkan surat tugas serta memberikan kepada tersangka surat perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan serta tempat ia diperiksa…”

GANTI KERUGIAN DAN REHABILITASI

12. Bahwa berdasarkan Pasal 95 ayat (1) KUHAP, "tersangka, terdakwa, atau terpidana berhak menuntut kerugian karena di TANGKAP, di TAHAN, di tuntut, atau diadili, atau tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang, atau karena kekeliruan mengenai ORANGNYA, atau hukum yang diterapkan.

PETITUM

bahwa berdasarkan uraian fakta dan analisa hukum tersebut diatas PEMOHONmemohon kepada Ketua Pengadilan Negeri Tabanan, Bali yang memeriksa dan memutus perkara A quo berkenan memutus perkara ini sebagai berikut :

  1. Menyatakan Permohonan Praperadilan PEMOHON diterima untuk seluruhnya;
  2. Menyatakan tindakan TERMOHON menetapkan PEMOHON sebagai Tersangka adalah tidak sah;
  3. Menyatakan Penangkapan, Penggeledahan, dan Perpanjangan Penangkapan, serta Penahan berikut perpanjangannya adalah tidak sah dan cacat hukum serta tidak sesuai prosedur;
  4. Memerintahkan kepada TERMOHON untuk melepaskan atau membebaskan PEMOHON dari Tahanan;
  5. Mengembalikan seluruh benda yang telah disita baik bergerak atau tidak bergerak, alat komunikasi yang telah disita TERMOHON kepada PEMOHON.
  6. Memerintahkan kepada TERMOHON untuk menghentikan penyidikan terhadap perintah penyidikan kepada PEMOHON;
  7. Memulihkan Pemohon dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabat PEMOHON;
  8. Menghukum TERMOHON membayar Biaya Ganti Rugi dan Rehabilitasi sesuai Peraturan Perundang-undangan yang berlaku sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 92 tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah nomor 27 tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
  9. Menghukum TERMOHON membayar biaya perkara menurut ketentuan hukum yang berlaku

Dengan segala kerendahan hati PEMOHON sepenuhnya memohon kebijaksanaan Majelis Hakim yang Mulia Pengadilan Negeri Tabanan, Bali yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara Aquo dengan tetap berpegang pada prinsip keadilan, kebenaran, dan kemanusiaan seperti dalam adagium lebih baik membebaskan 1000 orang yang bersalah dari pada menghukum 1 orang yang tidak bersalah.

Apabila Yang Terhormat Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tabanan, Bali berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et Bono)

Pihak Dipublikasikan Ya